<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d9124581396883405403\x26blogName\x3dTyka+Kuliah+Lagi\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://kuliahmaneh.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3din\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://kuliahmaneh.blogspot.com/\x26vt\x3d-2616515981519595337', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
my journey to finish the AKTA 4 program
> home
Assalamualaikum... Welcome to Tyka's blog!




> monthly archives
September 2007 | Februari 2008 | Mei 2008 |

Landasan Kependidikan (1)
Rabu, 19 September 2007
05.00
Kumpulan materi untuk Mata Kuliah Landasan Kependidikan (Pak Udin)

Kesehatan

Pendidikan Seks Sebaiknya Sejak Usia 10 Tahun
04 September 2003

TEMPO Interaktif, Jakarta:Pendidikan kesehatan reproduksi lebih baik diberikan sejak remaja (10-14 tahun) dan bukan pada masa SMA dan mahasiswa.
Menurut Direktur Pelaksana PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) Zarfiel Tafal hal ini bertujuan agar para remaja tadi sejak dini telah mengenali keadaan tubuhnya dan dapat menjaga dirinya masing-masing dari tindakan aseksual.

Zarfiel mengatakan usia SMA dan mahasiswa dianggap sudah terlambat karena banyak remaja telah melakukan hubungan seks dan lebih membutuhkan pengobatan yang membutuhkan biaya yang lebih mahal.

"Sedangkan pendidikan seks bagi remaja merupakan tindakan preventif dan memberikan ketahanan diri agar mereka kuat terhadap tindakan kriminal dan pelecehan seksual," ujar Zarfiel, Kamis (4/9) siang.

Zarfiel menambahkan, saat ini PKBI telah memperjuangkan dan melakukan advokasi agar pendidikan seks dapat masuk dalam kurikulum sekolah, apakah menjadi bidang studi tersendiri atau ekstrakurikuler.

Pendidikan kesehatan reproduksi sendiri dimaksudkan agar para pelajar dapat memahami sistem kesehatan reproduksinya, implikasinya terhadap fungsi organ tubuh itu sendiri maupun hubungan komunikasi dengan orang lain.

"Agar mereka memahami bahwa organ tubuh yang ada pada mereka harus dijaga dengan baik karena suatu hari nanti organ tubuh tersebut akan sangat berguna bagi masa depan mereka," jelas Zarfiel.

Berdasarkan hasil penelitian PKBI yang dilakukan di Manado, Sulawesi Utara, tahun lalu, diketahui bahwa 30 persen siswa SMA laki-laki sudah melakukan hubungan seksual dengan teman sebayanya. Artinya, lanjut Zarfiel, siswa yang mengenyam pendidikan SMA pun telah melakukan hubungan yang seharusnya belum boleh mereka lakukan. "Apalagi yang tidak sekolah," ujarnya.

Selain itu, tingkat ekonomi juga melatarbelakangi terjadinya hubungan seksual pada usia muda. Biasanya hubungan tersebut terjadi pada kalangan ekonomi atas dan bawah.

Untuk ekonomi atas, banyak yang mampu melakukan hubungan seks bebas disebabkan memiliki fasilitas yang mendukung misalnya uang dan rumah kosong. Sedangkan untuk kalangan bawah alasannya karena mereka tidak punya hiburan lain.

"Misalnya anak tukang cuci dan anak tukang becak berpacaran karena mereka sering ditinggal oleh kedua orangtuanya maka mereka tidak punya hiburan lain kecuali hubungan seksual," jelasnya.

Selain untuk kalangan pelajar, kata Zarfiel, para guru juga perlu diberdayakan dalam pemberian pendidikan kesehatan reproduksi karena di Indonesia banyak terjadi kasus pelecehan seksual terhadap murid yang dilakukan oleh gurunya sendiri.

Diah A Candraningrum - Tempo News Room

=================================

Pendidikan Sex, Seperti Apa?
[sumber]

Oleh Masfufah, S.psi *
Akhir 1997, majalah Gatra-bekerja sama Laboratorium Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (LIP FISIP-UI)-- menjaring 800 responden remaja berusia 15-22 tahun di Jakarta. Hasilnya, sebanyak 45,9% (367 responden) memandang berpelukan antarlawan jenis adalah hal wajar, 47,3% (378 responden) membolehkan cium pipi, 22% tak menabukan cium bibir, 11% (88 orang) oke saja dengan necking alias cium leher atau cupang, 4,5% (36 responden) tak mengharamkan kegiatan raba-meraba, 2,8% (22 responden) menganggap wajar melakukan petting. Dan 1,3% (10 responden) tak melarang senggama di luar nikah.


Sebuah baseline survey di Semarang yang melibatkan 127 orang responden, yang dilakukan Pilar-PKBI Jawa Tengah yang bekerjasama dengan Tim Embrio 2000, pada tahun 2000 di Semarang menujukkan bahwa 48% responden pernah meraba daerah sensitif saat berpacaran, 28% responden telah melakukan petting dan 20% melakukan hubungan seksual.3
Setiap tahun dari 3000 remaja --sekitar 1 diantara 4 remaja yang secara seksual aktif tertular Penyakit Menular Seksual (PMS). Survei juga didapati, bila remaja memiliki rata-rata tertinggi tertular gonorrhea dibanding dengan orang dewasa yang seksual aktif dan wanita berumur 20-44 tahun.

Inilah angka-angka menakutkan berkaitan dengan perkembangan remaja kita hari ini. Persoalan ini menunjukkan kepada kita bahwa perkembangan seksualitas anak dan remaja kita, dari tahun ke tahun semakin bertambah.

Masalahnya, perkembangan itu bukan bertambah baik tapi justru semakin mengerikan. Sebab, umumnya, perkembangan hubungan seksualitas anak dan remaja kita diakibatkan adanya persepsi yang keliru mengenai pacaran. Banyak orang tua tertipu penampilan anak-anak mereka. Di rumah, dia adalah anak yang sopan, pendian dan terkesan lugu. Namun diluar sana, dia justru mengahkan orang-orang dewasa.

Bahkan, mungkin lebih gila dari sekedar itu.
Konseling Sahaja-PKBI DIY pernah meneliti menyangkut persoalan remaja, khususnya menyangkut hubungan pacaran. Penelitian –yang sebenarnya merupakan rekap konsultasi itu—dilakukan sejak tahun 1998 hingga 1999 dilakukan terhadap 1.514 klien. Berdasarkan laporan itu, hampir separuh (48 persen) dari 1.514 klien yang melakukan konsultasi, mengalami permasalahan seputar pacaran. Misalnya; persoalan komunikasi (30 persen), taksir-menaksir (25 persen), perselingkuhan (4 persen) serta permasalahan patah hati, kekerasan, persiapan pernikahan, beda agama, konflik dengan pihak ketiga dan lain sebagainya.

Namun yang lebih menarik dari penelitian itu adalah keberanian para anak dan remaja kita dalam melakukan aktifitas seksual yang seharusnya hanya dilakukan oleh pasangan suami-istri yang syah.

Mengapa terjadi masalah seperti ini? Jawabannya mungkin panjang. Hanya saja, salah satu factor utama adalah masalah berkaitan dengan pendidikan seksual anak-anak kita. Atau bisa juga disebut dengan ‘pendidikan kedewasaan’.

Istilah pendidikan seks, sering dipahami keliru banyak orang seolah-olah mengajarkan pendidikan hubungan intim layaknya apa yang dilakukan suami-istri. Padahal, yang dimaksud dari makalah ini adalah tidaklah demikian.

Sering kita menghadapi pertanyaan sepele dari buah hati kita menyangkut masalah seksual. Misalnya; saat anak bertanya, “Umi, dari mana adik lahir? Kenapa ibu bisa hamil? Pacaran itu boleh nggak sih? Umi, kenapa sih wanita bisa hamil sedang pria tidak?

Biasanya, para orangtua, senantiasa menghadapi pertanyaan ini dengan emosional. Ada tiga cara yang dilakukan orangtua:

Pertama,
langsung menampar atau membentak. “Husss! Anak kecil tak boleh bicara itu. Awas kalau diulangi lagi!.

Kedua, berusaha menutup-nutupi atau mengalihkan perhatian anak. Dan yang ketiga, langsung menjawabnya, meski dalam kondisi hati seperti gunung berapi yang ingin ‘meledak” dan dengan jawaban yang pas-pasan.

Ketiga, Tapi pilihan yang terakhir hanya dilakukan segelintir orang saja. Yakni mendampinginya dengan jawaban-jawaban sesuai kebutuhannya. *Lukman-Al-hakim dot com

** Penulis adalah Konselor Psikologi Anak SD Luqmanul Hakim,PP Hidayatullah, Surabaya. Selain menjadi pengasuh rubrik curhat Majalah Remaja MUSLIMAH Jakarta, kini sedang menyiapkan buku bertema ‘Pendidikan Seks untuk Anak.

===================================














Label:


|